10.34 Show
Teater tradisional adalah teater yang telah hidup, berkembang dan diajarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi (biasanya secara lisan) oleh masyarakat suatu daerah tertentu. Contoh teater tradisional misalnya wayang kulit, wayang orang, dan tontonan topeng baik di Jawa dan Bali. Teater tradisional ini sendiri dibagi menjadi dua yaitu yang berkembang di istana dan yang berkembang di luar tembok istana yang biasa disebut sebagai teater rakyat (Murgiyanto, dkk., 1983:19).
Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya (Achmad, 2006: 16) . Sedangkan yang disebut teater daerah baru adalah teater yang sekalipun memiliki ciri-ciri kedaerahan tetapi relatif baru kelahirannya, seperti drama gong dan sandiwara radio. Proses terjadinya atau munculnya teater daerah di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater yang berbeda-beda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, serta sumber dan tata-cara di daerah mana teater tersebut lahir. Teater daerah di Indonesia banyak yang menggunakan cerita dari mulut ke mulut sebagai sumber utama cerita dan bahan dasar ekspresi. Hal mendasar inilah yang membedakan antara teater daerah (tradisional) dan teater modern. Akan tetapi pada perkembangannya teater daerah juga mendapat pengaruh dari teater modern, sehingga tidak jarang kita temui naskah-naskah cerita pertunjukan teater daerah yang diambil dari teater modern. Oleh karena hal tersebut, maka teater daerah diberi batasan sebagai seni pertunjukan yang memiliki ciri-ciri khas suatu daerah tertentu. Selanjutnya untuk memetakan teater daerah berdasarkan kelahiran, perkembangan dan perubahannya teater daerah Indonesia dapat dibedakan menjadi teater tradisional dan teater daerah baru. Dilihat dari model pemanggungannya, teater daerah Indonesia memiliki gaya presentasional, artinya bahwa pertunjukan yang disajikan tersebut benar-benar diperuntukkan kepada penonton. Senada dengan gayanya, maka ciri-ciri pementasan teater daerah dapat dilihat dari tiga hal yaitu;
Suasana pementasan teater daerah sangat berbeda dengan pementasan teater modern atau teater Barat. Dalam teater modern, penonton menyaksikan dengan tertib dari awal hingga pertunjukan berakhir, tidak boleh ribut, tidak boleh menyela pertunjukan yang berlangsung dan berbagai tatanan yang lain. Berbeda dengan teater daerah, penontonnya dapat menikmati pertunjukan dengan santai. Tidak ada tuntutan untuk hanya memusatkan perhatian pada pertunjukan saja, bahkan selama pertunjukan kadang penonton dapat melakukan komunikasi dengan pemain atau memberi arahan pada pemain. Dari segi aspek pendukung, teater daerah memadukan segala unsur seni pertunjukan seperti tari, musik, lagu, dan bahkan akrobat (atraksi). Hal ini dikarenakan teater daerah tidak ditampilkan secara khusus hanya untuk kalangan atau orang tertentu saja (segmented), akan tetapi untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga mengakibatkan sifat pertunjukannya memiliki bagian-bagian yang dapat mengakomodasi keinginan semua penonton. Kehendak untuk memenuhi keinginan penonton inilah yang juga mendasari lahirnya stilisasi dan atau pengindahan bentuk-bentuk ungkap (ekspresi) para pelakunya. Karena hubungan antara pemain dan penonton yang begitu dekat, maka tidak jarang pemain melepaskan sebentar karakter yang dimainkannya hanya untuk melayani komentar atau arahan penonton. Hal-hal demikian bukan membuat pertunjukan menjadi jelek, akan tetapi justru menjadi hidup, cair, komunikatif, dan unik. Related Posts :tirto.id - Seni peran teater tradisional adalah jenis teater yang berkembang di berbagai suku bangsa Indonesia. Perkembangannya itu dengan menggunakan kaidah dan pola pementasan yang bersumber dari estetika asli budaya Indonesia. Menurut buku Menjadi Bintang karya Eddie Karsito, semula seni peran dikenal dengan seni drama. Seni peran juga dikenal dengan sandiwara atau seni tradisi. Istilah "sandiwara" diambil dari bahasa Jawa, yaitu sandi dan warah yang diartikan sebagai pembelajaran (warah), diam-diam, dan rahasia (sandi). Munculnya seni peran tradisional di Indonesia ditandai dengan adanya Sandiwara Keliling, Randai dan Bakaba (Sumatera), Tarling, Topeng Cirebon. Selain itu, juga ada Ludruk, Ketoprak, Gatoloco, dan Wayang Orang (Jawa). Lantas, apa saja karakteristik teater tradisional?
Karakteristik teater tradisional (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});Dilansir dari buku Seni Budaya SMP/MTs Kelas VIII Semester 1, pertunjukan seni peran teater tradisional dilakukan atas dasar tata cara dan pola yang diikuti secara tradisional (turun temurun) atau pengalaman pentas generasi tua (pendahulu). Kemudian, dialihkan atau dilanjutkan ke generasi muda (generasi penerus), mengikuti, serta setia kepada pakem yang sudah ada. Pementasan teater tradisional dilakukan di alam terbuka atau di pendopo yang penontonnya dapat melihat dari berbagai sisi yang terbuka. Teater tradisional diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Teater rakyat Ciri teater rakyat yaitu: improvisasi, sederhana, spontan, dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh-contoh teater rakyat:
Munculnya teater klasik bermula dari lingkungan keraton. Hal ini yang menyebabkan karakter teater klasik sudah mapan atau segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan kehidupan rakyat (penontonnya). Tidak hanya itu, teater klasik juga memiliki sifat feodalistik. Contoh teater klasik; Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek. Unsur cerita dalam teater klasik bersifat statis, tapi memiliki daya tarik. Diperlukan kreativitas seorang dalang atau pelaku teater klasik untuk dapat menghidupkan lakon dalam pertunjukan. 3. Teater transisi Teater transisi adalah teater yang bersumber dari teater tradisional tapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat, contoh teater transisi:
Ciri dan fungsi teater tradisional (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});1. Ciri-ciri teater tradisional
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
SENI TEATER TRADISIONAL
atau
tulisan menarik lainnya
Ega Krisnawati
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|